Era Mahasiswa Mbangun Desa
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Dalam beberapa tahun terakhir ini desa – desa di Nusantara mengalami perkembangan yang sangat signifikan dalam pembangunan. Pembangunan desa – desa memiliki arti yang sangat penting bagi terciptanya kualitas hidup Sumber Daya Manusia (SDM). Sejalan hal tersebut, pembangunan desa juga sebagai penopang lajunya pembangunan nasional. Hal ini disebabkan wilayah Bangsa Indonesia mayoritas terdiri dari desa – desa yang letaknya berada di pinggiran dan pedalaman.
Sebagai warga yang tinggal di pedesaan, bangga rasanya
bisa menyaksikan perkembangan pembangunan di daerah pedesaan. Jika dulu desa
hanya dijadikan bahan ejekan dan olok – olokan, sekarang desa – desa menjelma
menjadi pilar pembangunan bangsa. Desa saat ini menjadi primadona bagi bangsa
dengan berbagai kelebihan dan keunggulannya. Jarang lagi kita dengar kata –
kata “wong ndeso” , kampungan, udik
dan sejenisnya. Justru sekarang banyak orang ingin kembali ke desa, entah
karena faktor alamnya yang eksotik, warga masyarakatnya nan ramah maupun
ketenangan dan kedamaian suasananya.
Menurut data dari Kemendagri tahun 2020, sebanyak 74.957
desa terhampar di negeri kita yang berhuni di 33 Propinsi. Dengan sebaran
jumlah desa sebanyak itu, tidaklah aneh jika diperlukan percepatan pembangunan
terhadap desa – desa. Hal tersebut akan berdampak terjadinya percepatan pemerataan
pembangunan. Sampai saat ini masih terjadi kesenjangan yang sangat nyata antar
desa – desa, terutama desa di Pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa.
Sudah banyak langkah strategis yang telah dijalankan
pemerintah guna terjadinya percepatan pembangunan di desa dan kawasan
perdesaan. Termasuk dengan digelontorkannya Dana Desa (DD) yang tidak sedikit
jumlahnya. Namun nampaknya hal tersebut belum berdampak secara signifikan,
terutama dalam peningkatan kualitas SDM nya. Faktor SDM sangatlah penting
karena optimalisasi Sumber Daya Alam (SDA) harus dibarengi dengan kualitas SDM
yang ada. Selama ini pemerintah nampaknya lebih menekankan pembangunan desa
dalam sektor fisik, dan menomorduakan pembangunan non fisiknya.
Memang secara logika pembangunan fisik akan cepat
dirasakan dampaknya, karena secara kasat mata sangat jelas terlihat hasilnya.
Jalan yang mulus, saluran irigasi kokoh, selokan yang lancar, pembangunan
embung, sanitasi dan sebagainya semua jelas terlihat. Berbeda halnya dengan
pembangunan non fisik yang berupa kesehatan warga, pendidikan, peningkatan perekonomian
semua jelas tidak terlihat. Namun pembangunan non fisik akan mampu dirasakan
warga desa seiring berjalannya waktu.
Tampaknya pembangunan fisik masih menjadi magnet tersendiri
bagi pemerintah untuk terus di genjot, apalagi menjelang pemilihan pemimpin
baik di tingkat lokal, daerah maupun nasional. Pembangunan yang bersifat fisik
masih menjadi senjata ampuh bagi para pemimpin untuk menarik simpati warga. Penduduk
desa sendiri masih melihat keberhasilan suatu pembangunan hanya dari fisiknya
semata. Mereka tidak peduli dengan kualitas moral, mental, pendidikan, ekonomi,
kesehatan, termasuk kualitas SDMnya.
Oleh karena penting rasanya pembangunan desa yang
bersifat non fisik juga terus dimaksimalkan. Dan sudah sewajarnya jika pemerintah membuat
sebuah langkah terobosan dan akselerasi guna terjadi percepatan dalam hal itu.
Dengan meningkatnya pembangunan non fisik di desa dan kawasan perdesaan, maka SDM
unggul akan meningkat yang secara otomatis meningkatnya kualitas hidup warga
desa.
Kenapa Harus
Mahasiswa
Salah satu strategi yang dilakukan untuk hal tersebut
yakni adanya program mahasiswa untuk membangun desa – desa. Kenapa harus
mahasiswa? Mungkin itu pertanyaan yang mendasar. Seperti kita ketahui bahwa
mahasiswa merupakan salah satu pelopor dalam setiap perubahan. Sejarah bangsa mencatat
banyak perubahan besar yang mampu dilakukan mahasiswa terhadap bangsa ini. Dari
mulai masa Budi Utomo sampai pada era reformasi, semua karena peran mahasiswa
di dalamnya. Secara logika kita dapat menarik kesimpulan, Jika bangsa saja
dapat dirubah oleh para mahasiswa, apalagi terhadap desa – desa yang ruang
lingkupnya jauh lebih sempit.
Mahasiswa merupakan kader intelektual muda dan keberadaannya bagi penduduk desa masih sangat disegani karena keilmuannya. Melalui peran mahasiswa di harapkan transformasi wawasan dan ilmu pengetahuan dapat berjalan di desa – desa. Hal ini sangatlah penting mengingat desa – desa selama ini masih identik dengan kebodohan dan keterbelakangan. Kita masih menyaksikan bagaimana para perangkat desa bekerja dengan keterbatasan pengetahuan dan wawasan. Atau warga desa yang mayoritas masih berpendidikan sangat rendah dengan minimnya pandangan dan kemampuan intelektual.
Sesuai dengan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi
(PDDikti) jumlah mahasiswa di Indonesia sampai saat ini tercatat 8.705.270 yang
tersebar pada 4.614 perguruan Tinggi (PT). Belum lagi jumlah tenaga dosen yang
tercatat sebanyak 288.243, menjadi potensi untuk memajukan desa – desa di
nusantara. Para akademisi tersebut di tuntut untuk mampu mengabdi dan berkarya
dengan berbagai latarbelakang keilmuan mereka terhadap desa. Sudah saatnya
mereka keluar kandang dan turun gunung bahu membahu memajukan desa – desa di
Indonesia.
Sebagai akademisi, saya sangat mengapresiasi lahirnya kebijakan
“Merdeka Belajar - Kampus Merdeka” dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dimana
salah satu tujuannya yakni para mahasiswa memiliki pengalaman belajar di luar
kampus, termasuk di desa – desa. Hal tersebut juga sejalan dengan Tri Darma
Perguruan Tinggi yang selama ini di agung - agungkan yakni, Pembelajaran, Penelitian
dan Pengabdian pada Masyarakat. Melalui Tri Darma PT mereka diwajibkan
melakukan kegiatan - kegiatan yang berguna bagi masyarakat, seperti pelatihan,
sosialisasi, pembuatan proyek desa dan sebagainya.
Tidak hanya sampai disitu, saya juga memberikan
apresiasi atas di luncurkannya Forum
Pertides (Perguruan Tinggi Untuk Desa), beberapa waktu yang lalu. Melalui
forum tersebut diharapkan mampu mempercepat pembangunan SDM unggul di pedesaan.
Forum Pertides merupakan bentuk sinergitas dari berbagai kementerian yakni
Kemendikbud, Kemendagri dan Kemendes PDTT. Dengan adanya forum tersebut
kedepannya para akademisi tidak hanya “jago kandang” saja yang bersifat teoritis,
namun juga berkontribusi terhadap pembangunan desa. Apalagi untuk desa – desa
di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar), yang masih sangat
membutuhkannya.
Semua hal tersebut sejatinya merupakan marwah lahirnya
UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dimana salah satunya tertuang
dalam pasal 48 yakni “ Perguruan Tinggi berperan aktif menggalang kerja sama
antar Perguruan Tinggi dan antara Perguruan Tinggi dengan dunia usaha, dunia
industri, dan Masyarakat dalam bidang Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat ”. Oleh karenanya sudah menjadi suatu keharusan jika lembaga
perguruan tinggi untuk mendorong sivitas akademika keluar kandang untuk dapat
melaksanakannya hal tersebut.
Mahasiswa
Mbangun Desa
Pada masa Orde baru kita mengenal akan program AMD
(ABRI Masuk Desa) sebagai tumpuan pembangunan desa dalam penyediaan sarana
fisik pedesaan. Dengan adanya AMD banyak banyak perubahan secara fisik terjadi
di desa – desa. Dengan kata lain AMD merupakan salah satu langkah penetrasi
pemerintah dalam menyediakan sarana dan prasaran fisik di desa – desa. Kalo
kita mau jujur, program AMD sangat membantu bagi desa – desa di Nusantara pada
masa itu. Meskipun program tersebut sarat dengan politisasi penguasa yang ada
kala itu.
Namun seiring dengan kemajuan dan perkembangan jaman,
pembangunan fisik mulai digeser dengan pembangunan non fisik. Dalam pembangunan
non fisik peran para intelektuallah sebagai ujung tombaknya. Untuk dapat
merealisasikannya, ada beberapa strategi yang bisa di jalankan antara lain yang pertama, Setiap PT harus mampu
membuat sebuah Desa Binaan, dimana setiap kampus atau lembaga perguruan tinggi
harus mampu menggandeng satu atau dua desa untuk dijadikan desa binaan. Desa
binaan inilah nantinya yang akan menjadi tempat inkubasi para akademisi dalam
menerapkan ilmunya.
Yang kedua lembaga PT mampu menyelaraskan program unggulan kampus
dengan arah kebijakan prioritas pembangunan desa. Misalnya PT yang memiliki
fakultas pertanian, sudah selazimnya menggandeng desa yang berbasis pertanian. Dimana
mayoritas penduduknya bercocok tanam, bukan menggandeng desa nelayan yang berbeda
tata letak desanya. Penyelarasan antara program kampus dengan desa sangatlah
penting agar desa binaan betul – betul mampu berjalan secara maksimal.
Ketiga Lembaga pendidikan tinggi mampu identifikasi
permasalahan yang ada di desa. Dengan mengetahui permasalahan yang ada di desa,
setidaknya mahasiswa yang turun ke lapangan mengetahui hal – hal yang harus
dilakukan. Hal ini berguna untuk meminimalkan berbagai persoalan yang muncul
ketika para akademisi terjun ke desa - desa.
Yang keempat Perguruan Tinggi mampu Identifikasi potensi lokal
desa. Penting rasanya mengetahui dan mengenal setiap potensi yang ada di
wilayah desa yang akan di pergunakan sebagai obyek kegiatan para intelektual
kampus. Setiap desa memiliki potensi yang berbeda – beda sesuai dengan kondisi
daerahnya. Oleh karenanya sebelum turun ke desa, para mahasiswa mampu memetakan
potensi – potensi lokal yang ada.
Dan yang
terakhir, PT mampu mencari dan menggandeng
pihak ketiga. Hal ini dilakukan terutama dalam masalah pendanaan. Tidak bisa di
pungkiri setiap kegiatan tentunya di perlukan anggaran yang tidak sedikit. Dengan
adanya peran pihak ketiga baik dari perusahaan swasta melalui program CSR nya,
maupun instansi lainnya di harapkan bisa saling mengisi yang bersifat mualisme,
yakni saling berbagi dan membawa kemanfaatan.
Beberapa hal tersebut kiranya bisa di terapkan setiap
kampus atau lembaga pendidikan tinggi guna mampu membawa perubahan yang berarti
bagi desa – desa di nusantara. Sinergitas dan kemauan yang kuat kiranya menjadi
kata kunci dari berbagai aspek tersebut. Dengan adanya kemauan, saya yakin
kolaborasi lembaga tinggi dan desa – desa akan berjalan dengan baik. Terlebih
dilandasi dengan berbagai kebijakan peraturan dari berbagai lembaga kementerian
terkait. Adanya prgram mahasiswa mbangun desa juga akan memperkecil jurang dan
kesenjangan pengetahuan terhadap desa satu dengan yang lainnya. Harapan
terakhirnya akan meningkatnya kualitas SDM desa yang mampu berdiri sendiri
dalam mengelola setiap jengkal potensi lokal yang ada.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar