“Jalan Besar” Wisata Lokal Pedesaan

Gambar
Musim liburan sebentar lagi tiba, baik liburan karena anak sekolah maupun libur karena hari besar keagamaan yang pasti semua akan dinantikan bagi setiap warga Indonesia. Hal ini tidaklah berlebihan mengingat di hari libur nan indah tersebut, banyak moment – moment yang mampu di lakukan warga masyarakat. Selain menjadi ajang silaturahim sebagai bentuk hubungan baik dengan keluarga, liburan biasanya dijadikan moment warga kota untuk dapat pulang ke tanah kelahirannya di desa – desa. Dalam memanfaatkan moment kebersamaan antar anggota keluarga maupun ajang silaturahim antar warga, tidaklah jarang warga masyarakat mencari tempat berkumpul yang agak nyaman terutama bagi keluarga besar yang memang berniat menjadikan moment liburan sebagai ajang reuni dan silaturahim. Selain tempat yang lapang dengan suasana yang berbeda, anggota keluarga juga dapat menjadikan sarana refreshing dalam pertemuan tersebut. Oleh karena itu biasanya warga menjadikan area wisata lokal sebagai destinasi dalam ...

Era Mahasiswa Mbangun Desa


Dalam beberapa tahun terakhir ini desa – desa di Nusantara mengalami perkembangan yang sangat signifikan dalam pembangunan. Pembangunan desa – desa memiliki arti yang sangat penting bagi terciptanya kualitas hidup Sumber Daya Manusia (SDM). Sejalan hal tersebut, pembangunan desa juga sebagai penopang lajunya pembangunan nasional. Hal ini disebabkan wilayah Bangsa Indonesia mayoritas terdiri dari desa – desa yang letaknya berada  di pinggiran dan pedalaman.

Sebagai warga yang tinggal di pedesaan, bangga rasanya bisa menyaksikan perkembangan pembangunan di daerah pedesaan. Jika dulu desa hanya dijadikan bahan ejekan dan olok – olokan, sekarang desa – desa menjelma menjadi pilar pembangunan bangsa. Desa saat ini menjadi primadona bagi bangsa dengan berbagai kelebihan dan keunggulannya. Jarang lagi kita dengar kata – kata “wong ndeso” , kampungan, udik dan sejenisnya. Justru sekarang banyak orang ingin kembali ke desa, entah karena faktor alamnya yang eksotik, warga masyarakatnya nan ramah maupun ketenangan dan kedamaian suasananya.

Menurut data dari Kemendagri tahun 2020, sebanyak 74.957 desa terhampar di negeri kita yang berhuni di 33 Propinsi. Dengan sebaran jumlah desa sebanyak itu, tidaklah aneh jika diperlukan percepatan pembangunan terhadap desa – desa. Hal tersebut akan berdampak terjadinya percepatan pemerataan pembangunan. Sampai saat ini masih terjadi kesenjangan yang sangat nyata antar desa – desa, terutama desa di Pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa.

Sudah banyak langkah strategis yang telah dijalankan pemerintah guna terjadinya percepatan pembangunan di desa dan kawasan perdesaan. Termasuk dengan digelontorkannya Dana Desa (DD) yang tidak sedikit jumlahnya. Namun nampaknya hal tersebut belum berdampak secara signifikan, terutama dalam peningkatan kualitas SDM nya. Faktor SDM sangatlah penting karena optimalisasi Sumber Daya Alam (SDA) harus dibarengi dengan kualitas SDM yang ada. Selama ini pemerintah nampaknya lebih menekankan pembangunan desa dalam sektor fisik, dan menomorduakan pembangunan non fisiknya.

Memang secara logika pembangunan fisik akan cepat dirasakan dampaknya, karena secara kasat mata sangat jelas terlihat hasilnya. Jalan yang mulus, saluran irigasi kokoh, selokan yang lancar, pembangunan embung, sanitasi dan sebagainya semua jelas terlihat. Berbeda halnya dengan pembangunan non fisik yang berupa kesehatan warga, pendidikan, peningkatan perekonomian semua jelas tidak terlihat. Namun pembangunan non fisik akan mampu dirasakan warga desa seiring berjalannya waktu.

Tampaknya pembangunan fisik masih menjadi magnet tersendiri bagi pemerintah untuk terus di genjot, apalagi menjelang pemilihan pemimpin baik di tingkat lokal, daerah maupun nasional. Pembangunan yang bersifat fisik masih menjadi senjata ampuh bagi para pemimpin untuk menarik simpati warga. Penduduk desa sendiri masih melihat keberhasilan suatu pembangunan hanya dari fisiknya semata. Mereka tidak peduli dengan kualitas moral, mental, pendidikan, ekonomi, kesehatan, termasuk kualitas SDMnya.

Oleh karena penting rasanya pembangunan desa yang bersifat non fisik juga terus dimaksimalkan. Dan  sudah sewajarnya jika pemerintah membuat sebuah langkah terobosan dan akselerasi guna terjadi percepatan dalam hal itu. Dengan meningkatnya pembangunan non fisik di desa dan kawasan perdesaan, maka SDM unggul akan meningkat yang secara otomatis meningkatnya kualitas hidup warga desa.

Kenapa Harus Mahasiswa

Salah satu strategi yang dilakukan untuk hal tersebut yakni adanya program mahasiswa untuk membangun desa – desa. Kenapa harus mahasiswa? Mungkin itu pertanyaan yang mendasar. Seperti kita ketahui bahwa mahasiswa merupakan salah satu pelopor dalam setiap perubahan. Sejarah bangsa mencatat banyak perubahan besar yang mampu dilakukan mahasiswa terhadap bangsa ini. Dari mulai masa Budi Utomo sampai pada era reformasi, semua karena peran mahasiswa di dalamnya. Secara logika kita dapat menarik kesimpulan, Jika bangsa saja dapat dirubah oleh para mahasiswa, apalagi terhadap desa – desa yang ruang lingkupnya jauh lebih sempit.


Mahasiswa merupakan kader intelektual muda dan keberadaannya bagi penduduk desa masih sangat disegani karena keilmuannya. Melalui peran mahasiswa di harapkan transformasi wawasan  dan ilmu pengetahuan dapat berjalan di desa – desa. Hal ini sangatlah penting mengingat desa – desa selama ini masih identik dengan kebodohan dan keterbelakangan. Kita masih menyaksikan bagaimana para perangkat desa bekerja dengan keterbatasan pengetahuan dan wawasan. Atau warga desa yang mayoritas masih berpendidikan sangat rendah dengan minimnya pandangan dan kemampuan intelektual.

Sesuai dengan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) jumlah mahasiswa di Indonesia sampai saat ini tercatat 8.705.270 yang tersebar pada 4.614 perguruan Tinggi (PT). Belum lagi jumlah tenaga dosen yang tercatat sebanyak 288.243, menjadi potensi untuk memajukan desa – desa di nusantara. Para akademisi tersebut di tuntut untuk mampu mengabdi dan berkarya dengan berbagai latarbelakang keilmuan mereka terhadap desa. Sudah saatnya mereka keluar kandang dan turun gunung bahu membahu memajukan desa – desa di Indonesia.

Sebagai akademisi, saya sangat mengapresiasi lahirnya kebijakan “Merdeka Belajar - Kampus Merdeka” dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dimana salah satu tujuannya yakni para mahasiswa memiliki pengalaman belajar di luar kampus, termasuk di desa – desa. Hal tersebut juga sejalan dengan Tri Darma Perguruan Tinggi yang selama ini di agung - agungkan yakni, Pembelajaran, Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Melalui Tri Darma PT mereka diwajibkan melakukan kegiatan - kegiatan yang berguna bagi masyarakat, seperti pelatihan, sosialisasi, pembuatan proyek desa dan sebagainya.

Tidak hanya sampai disitu, saya juga memberikan apresiasi atas di luncurkannya Forum Pertides (Perguruan Tinggi Untuk Desa), beberapa waktu yang lalu. Melalui forum tersebut diharapkan mampu mempercepat pembangunan SDM unggul di pedesaan. Forum Pertides merupakan bentuk sinergitas dari berbagai kementerian yakni Kemendikbud, Kemendagri dan Kemendes PDTT. Dengan adanya forum tersebut kedepannya para akademisi tidak hanya “jago kandang” saja yang bersifat teoritis, namun juga berkontribusi terhadap pembangunan desa. Apalagi untuk desa – desa di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar), yang masih sangat membutuhkannya.

Semua hal tersebut sejatinya merupakan marwah lahirnya UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dimana salah satunya tertuang dalam pasal 48 yakni “ Perguruan Tinggi berperan aktif menggalang kerja sama antar Perguruan Tinggi dan antara Perguruan Tinggi dengan dunia usaha, dunia industri, dan Masyarakat dalam bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat ”. Oleh karenanya sudah menjadi suatu keharusan jika lembaga perguruan tinggi untuk mendorong sivitas akademika keluar kandang untuk dapat melaksanakannya hal tersebut.

Mahasiswa Mbangun Desa

Pada masa Orde baru kita mengenal akan program AMD (ABRI Masuk Desa) sebagai tumpuan pembangunan desa dalam penyediaan sarana fisik pedesaan. Dengan adanya AMD banyak banyak perubahan secara fisik terjadi di desa – desa. Dengan kata lain AMD merupakan salah satu langkah penetrasi pemerintah dalam menyediakan sarana dan prasaran fisik di desa – desa. Kalo kita mau jujur, program AMD sangat membantu bagi desa – desa di Nusantara pada masa itu. Meskipun program tersebut sarat dengan politisasi penguasa yang ada kala itu.

Namun seiring dengan kemajuan dan perkembangan jaman, pembangunan fisik mulai digeser dengan pembangunan non fisik. Dalam pembangunan non fisik peran para intelektuallah sebagai ujung tombaknya. Untuk dapat merealisasikannya, ada beberapa strategi yang bisa di jalankan antara lain yang pertama, Setiap PT harus mampu membuat sebuah Desa Binaan, dimana setiap kampus atau lembaga perguruan tinggi harus mampu menggandeng satu atau dua desa untuk dijadikan desa binaan. Desa binaan inilah nantinya yang akan menjadi tempat inkubasi para akademisi dalam menerapkan ilmunya.

Yang kedua lembaga PT mampu menyelaraskan program unggulan kampus dengan arah kebijakan prioritas pembangunan desa. Misalnya PT yang memiliki fakultas pertanian, sudah selazimnya menggandeng desa yang berbasis pertanian. Dimana mayoritas penduduknya bercocok tanam, bukan menggandeng desa nelayan yang berbeda tata letak desanya. Penyelarasan antara program kampus dengan desa sangatlah penting agar desa binaan betul – betul mampu berjalan secara maksimal.

Ketiga Lembaga pendidikan tinggi mampu identifikasi permasalahan yang ada di desa. Dengan mengetahui permasalahan yang ada di desa, setidaknya mahasiswa yang turun ke lapangan mengetahui hal – hal yang harus dilakukan. Hal ini berguna untuk meminimalkan berbagai persoalan yang muncul ketika para akademisi terjun ke desa - desa.

Yang keempat Perguruan Tinggi mampu Identifikasi potensi lokal desa. Penting rasanya mengetahui dan mengenal setiap potensi yang ada di wilayah desa yang akan di pergunakan sebagai obyek kegiatan para intelektual kampus. Setiap desa memiliki potensi yang berbeda – beda sesuai dengan kondisi daerahnya. Oleh karenanya sebelum turun ke desa, para mahasiswa mampu memetakan potensi – potensi lokal yang ada.

Dan yang terakhir, PT mampu mencari dan menggandeng pihak ketiga. Hal ini dilakukan terutama dalam masalah pendanaan. Tidak bisa di pungkiri setiap kegiatan tentunya di perlukan anggaran yang tidak sedikit. Dengan adanya peran pihak ketiga baik dari perusahaan swasta melalui program CSR nya, maupun instansi lainnya di harapkan bisa saling mengisi yang bersifat mualisme, yakni saling berbagi dan membawa kemanfaatan.

Beberapa hal tersebut kiranya bisa di terapkan setiap kampus atau lembaga pendidikan tinggi guna mampu membawa perubahan yang berarti bagi desa – desa di nusantara. Sinergitas dan kemauan yang kuat kiranya menjadi kata kunci dari berbagai aspek tersebut. Dengan adanya kemauan, saya yakin kolaborasi lembaga tinggi dan desa – desa akan berjalan dengan baik. Terlebih dilandasi dengan berbagai kebijakan peraturan dari berbagai lembaga kementerian terkait. Adanya prgram mahasiswa mbangun desa juga akan memperkecil jurang dan kesenjangan pengetahuan terhadap desa satu dengan yang lainnya. Harapan terakhirnya akan meningkatnya kualitas SDM desa yang mampu berdiri sendiri dalam mengelola setiap jengkal potensi lokal yang ada.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembangunan Desa ; Harapan dan Tantangan

Inovasi Desa Lamahu di Gorontalo dengan Lamahu Command Center

“Embung Manajar” Surga Pelancong di Lereng Merbabu