“Jalan Besar” Wisata Lokal Pedesaan

Gambar
Musim liburan sebentar lagi tiba, baik liburan karena anak sekolah maupun libur karena hari besar keagamaan yang pasti semua akan dinantikan bagi setiap warga Indonesia. Hal ini tidaklah berlebihan mengingat di hari libur nan indah tersebut, banyak moment – moment yang mampu di lakukan warga masyarakat. Selain menjadi ajang silaturahim sebagai bentuk hubungan baik dengan keluarga, liburan biasanya dijadikan moment warga kota untuk dapat pulang ke tanah kelahirannya di desa – desa. Dalam memanfaatkan moment kebersamaan antar anggota keluarga maupun ajang silaturahim antar warga, tidaklah jarang warga masyarakat mencari tempat berkumpul yang agak nyaman terutama bagi keluarga besar yang memang berniat menjadikan moment liburan sebagai ajang reuni dan silaturahim. Selain tempat yang lapang dengan suasana yang berbeda, anggota keluarga juga dapat menjadikan sarana refreshing dalam pertemuan tersebut. Oleh karena itu biasanya warga menjadikan area wisata lokal sebagai destinasi dalam ...

Pembangunan Desa ; Harapan dan Tantangan

Dengan ditetapkannya UU No 6/2014 tentang Desa, pada hakekatnya pemerintah secara tidak langsung ingin memberikan apresiasi dan ingin mempercepat pembangunan di kawasan pedesaan dengan jalan menetapkan kewenangan berskala lokal dalam pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa (subsidiaritas). Dimana konskuensi dari adanya asas subsidiaritas tersebut adalah pemberian mandat terhadap desa – desa dari pemerintah untuk mengelola dan menjalankan segala aktivitas yang terkait dengan urusan pedesaan, baik dalam hal masyarakat desa, potensi lokal maupun kearifan lokal di desa.

Hal tersebut dapat di implementasikan melalui bagaimana pemerintah desa bersama warga masyarakat desa dapat mengambil kebijakan dalam rangka memajukan desa – desa yang ada di nusantara. Dengan adanya salah satu asas dalam UU Desa tersebut, pemerintah desa diharapkan mampu memajukan desa – desa di wilayah perdesaan dengan mempergunakan pendekatan kearifan lokal yang ada di desa, melalui inisiatif dari  dari pemerintah desa dan warga masyarakat desa. Dimana pada intinya dengan adanya asas subsisdiaritas, desa – desa sekarang tidak lagi hanya  menjadi penonton dan obyek pembangunan namun diharapkan mampu menjadi subyek / pelaku daripada pembanmgunan di desa.

Dari asas itu pula, desa – desa  yang ada di harapkan mampu untuk dapat lebih mandiri dan berdikari dalam megurus dan mengelola rumah tangganya masing – masing. Hal ini mengingat masih banyaknya desa – desa yang terkungkung dalam keterbelakangan dan ketertinggalan dengan mengatasnamakan kemiskinan. Apalagi saat ini dengan didorong semangat lahirnya UU tentang desa tersebut dan dibarengi banyaknya program – program bagi desa – desa baik bersifat lokal, nasional bahkan internasional, pemerintah berjuang dengan sangat sungguh – sungguh guna memajukan perekonomian masyarakat pedesaan. Dengan sokongan dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, sudah selayaknya kedepan warga masyarakat desa akan mampu bangkit dan berdikari dalam mengelola desanya. Meskipun kemandirian desa tidak hanya berwujud kemandirian ekonomi semata, namun juga di harapkan terwujud kemandirian dalam segala aspek.

Selama ini sudah banyak program – program yang telah di implementasikan pemerintah guna mendorong pertumbuhan dari berbagai aspek pembangunan masyarakat pedesaan. Program – program pemerintah yang bersifat fisik maupun non fisik, yang sudah berjalan saat ini meliputi diantaranya:
  • Pertama pembenahan sistem administrasi pemerintahan desa melalui SIAD (Sistem Informasi Administrasi Desa) yang meliputi peningkatan kompetensi birokrat desa, perekrutan perangkat desa yang handal  maupun dilibatkannya pendamping desa yang profesional dalam mengelola rumah tangga desa.
  • Kedua perbaikan infrastruktur yang ada di desa – desa baik berupa jalan, saluran irigasi maupun kegiatan infrastruktur yang terkait kemajuan pembangunan desa lainnya.
  • Ketiga optimalisasi fungsi pengawasan terhadap dana yang mengalir kedesa – desa, baik melalui peran masyarakat desa maupun dari instansi yang terkait yang mana saat ini sedang dilakukan pemebenahan SISKEUDES sehingga transparansi anggaran akan terwujud.
  • Keempat memaksimalkan setiap inisiatif dari warga masyarakat, pemerintah maupun akademisi, demi percepatan pembangunan desa, baik melalui pemetakan potensi lokal desa, pembentukan BUMDes, peningkatan ekonomi masyarakat maupun inisiatif lainnya yang bersifat bottom up.
  • Kelima memaksimalkan keterlibatan pihak ketiga dalam rangka memajukan  pembanguna desa, hal mana dilakukan melalui adanya kerjasama dengan pihak swata maupun BUMN yang dilakukan melalui implementasi program CSR maupun kerjasama dalam bidang tertentu.


Sudah banyak contoh – contoh desa di nusantara yang mampu mandiri dari berbagai aspek dan dapat mengelola rumah tangga desanya sendiri. Semisal Desa Ponggok di Klaten dengan keberhasilan BUMDes nya, Desa Patikraja di Banyumas dengan pasar desanya yang pernah menjadi pasar desa terbaik nasional pada tahun 2012, Desa Mengkang Bolaang Mongondouw Sulut dengan pemanfaatan air sungai untuk pembuatan turbin pembangkit listrik dengan sistem picohydro, Desa Tulul di Jember yang terkenal dengan sebutan Desa produktif karena mampu menghasilkan produksi kerajinan tangan berupa tasbih dan manik – manik dan sejenisnya yang mampu di ekspor ke Arab Saudi, Australia, Jepang maupun banyak kota di dalam negeri. Selain itu masih banyak desa – desa lainnya yang sudah mampu menjadi desa mandiri. Menurut Kepala Biro Humas Kemendes PDTT, sampai saat ini sudah tercipta 2.000 desa dengan kategori mandiri dan dapat dijadikan desa percontohan bagi desa – desa lainnya  di Indonesia, dimana rasio prosentasenya desa mandiri memang tidak sampai 5 % dari total desa yang ada di Indonesia (REPUBLIKA.CO.ID/11-08-2017).

Dengan adanya semangat UU Desa dan berdasarkan asas subsidiaritas, harapan akhirnya desa – desa yang ada akan mampu mengelola rumah tangga dan pembangunannya sendiri. Dimana pada hakikatnya Peraturan tentang desa hanyalah sebagai acuan dan payung hukum semata bagi desa untuk menjalankan pembangunan di kawasan pedesaan. Selain itu dengan di gelontorkannya dana besar yang mengalir kedesa – desa pada dasarnya hanyalah bersifat stimulatan saja, namun harapan akhirnya desa – desa dapat berjalan lebih mandiri dan dari tahun – ketahun, dimana dana desa harusnya mampu dikurangi bukan ditambah tiap tahunnya. Hal ini mengingat desa – desa yang mandiri tidak lagi akan tergantung dari pemerintah, baik dalam pembiayaan maupun pelaksanaan pemerintahan desanya namun akan berjalan dengan PAD dari masing – masing desa nantinya.

Sekarang dan kedepannya tinggal bagaimana peran pemerintah dan masyarakat desa untuk mencapai harapan – harapan tersebut. Kebersamaan dan keterpaduan langkah dari berbagai pihak perlu dilakukan. Namun satu hal yang pasti kemauan dan kerja keras warga masyarakat desa sendiri yang akan sangat menentukan bagi tercapainya harapan tersebut. Tanpa adanya kemuan dan kerja keras, mustahil harapan dapat tercapai.

Tantangan Pembangunan Desa
Pencapaian desa – desa yang ada pada saat ini memang masih jauh daripada harapan, dimana dari sekitar 75 ribu desa yang ada baru hanya sekitar 2 ribu yang mampu berdikari dan mandiri dalam meningkatkan ekonomi masyarakat pedesaan. Namun dengan adanya pencapaian tersebut setidaknya menjadikan motivasi bagi desa – desa lainnya yang menyandang status menjadi desa tertinggal dan terbelakang. Desa – desa yang mampu mandiri saat ini, sebelumnya juga menyandang sebagai desa tertinggal, namun karena kegigihan, kerja keras  dan kemauan yang kuat dari semua pihak maka keniscayaan untuk mengangkat ekonomi dan derajat masyarakat desa hal yang sangat mungkin dilakukan.

Oleh karena itu untuk kedepannya masih banyak tantangan yang akan di hadapi desa – desa di Indonesia. Setidaknya ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian bersama agar percepatan pembangunan pedesaan segera terlaksana. Tantangan yang ada diantaranya :
  • Pertama masih belum meratanya kemampuan SDM terhadap perangkat desa maupun warga masyarakat antar desa yang ada, termasuk di dalamnya minimnya pendamping desa yang handal dalam rangka implementasi ADD bagi pembangunan pedesaan.
  • Kedua meluruskan niat dan kemauan kuat dari pemerintah khususnya, mengingat warga masyarakat pedesaan biasanya dijadikan politisasi semata terutama dalam mendulang suara pada masa Pilkada maupun Pilpres, hal tersebut  mengingat pada tahun 2018 merupakan tahun politik dan banyak daerah – daerah yang akan melaksanakan Pilkada untuk memilih pemimpinya.
  • Ketiga yang paling mendasar yakni merubah pola pikir masyarakat pedesaan yang cenderung lambat dan bersifat defensive, warga desa biasanya susah untuk move on dan tidak mudah untuk keluar dari zona nyaman yang telah mereka rasakan selama turun temurun.
Hasil gambar untuk pembangunan desa

Selain beberapa hal tersebut ada suatu hal yang sangat mendasar agar pembangunan desa akan berjalanm lancar yakni adanya kemauan dan niat yang tulus terhadap berbagai pihak, baik pemerintah desa, pemda/ pusat maupun warga masyarakat desa itu sendiri. Tanpa adanya kemauan yang kuat, desa – desa mustahil akan lepas dari keterbelakangan dan kemiskinan. Terlebih saat ini pemerintah pusat telah banyak mengelontorkan dana ke desa – desa melalui Dana Desa (DD). Bagi sebagian desa, adanya DD akan mendorong percepatan pembangunan desa hingga menjadi desa yang mandiri, namun saat ini sebagian desa – desa masih menganggap DD merupakan suatu kewajiban pemerintah terhadap desa – desa, sehingga desa –desa akan menjadi manja dan selalu bertumpu pada DD.

Padahal dengan di tetapkannya DD, pemerintah berharap desa – desa menjadi bergerak untuk mandiri, dengan kata lain DD hanyalah sebagai perangsang (stimultan) bagi desa untuk melaksanakan pembangunan. Sehingga secara logika seharusnya jika desa – desa banyak menjadi desa mandiri maka pemerintah tidak perlu menambah DD, bahkan setiap tahunnya cenderung berkurang. Hal ini di karenakan desa – desa sudah mampu berdiri sendiri dengan PAD (Pendapatan Asli Desa) yang jumlahnya meningkat setiap tahunnya. Namun jika pemerintah masih menambah anggaran  DD setiap tahunnya, boleh dikatakan desa tersebut belum berhasil menjadi desa yang mandiri.

Tantangan di desa – desa terhadap pembangunan dalam segala aspek biasanya akan terus berubah sesuai dengan kondisi dan keadaan masyarakat pedesaan. Sifat masyarakat pedesaan yang cenderung tabu dan permisif terhadap suatu hal yang baru merupakan tantangan tersendiri bagi para penggerak pembangunan pedesaan, hal demikian bukanlah merupakan suatu keanehan mengingat beragamnya karakteristik masyarakat desa yang tumbuh dan berkembang secara turun temurun seiring dengan budaya desa masing – masing. Warga masyarakat desa selama ini lebih cenderung nyaman dengan kondisi yang sudah berjalan, dan biasanyan mereka akan menolak sesuatu yang bersifat hal baru termasuk dalam hal modernitas dalam pembangunan pedesaan.Hal tersebut setidaknya menjadi perhatian bagi semua pihak terutama pemerintah dan warga masyarakat pedesaan sendiri. Namun dengan kemauan keras, pendekatan persuasif dengan jalan kebersamaan dan sifat gotong royong yang dimiliki warga masyarakat pedesaan maka segala sesuatu bukanlah hal yang mustahil.

Desa – desa yang ada kedepannya harus mampu memanfaatkan setiap potensi yang ada di daerah masing – masing sehingga mampu tercipta desa yang mandiri. Desa harus memainkan peran dan menunjukkan sebagai entitas yang berdikari, tidak sekedar kemandirian dalam aspek ekonomi namun juga kemandirian dalam bidang energi, pangan maupun kemandirian terhadap bencana yang kerap melanda di desa – desa. Dengan mengoptimalkan setiap potensi baik fisik maupun non fisik, desa kedepannya desa – desa akan berjalan jauh lebih maju dari kata ketertinggalan dan keterbelakngan sehingga tidak ada lagi didapati pemuda keluar desa menuju kota hanya alasan ekonomi dan pekerjaan.

Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan dalam rangka pelaksanaan daripada UU tentang Desa tersebut. Dengan mengetahui tantangan dan hambatan yang sekiranya ada, maka setidaknya para pelaku yang terlibat dalam pembangunan pedesaan mampu memetakan dan membuat suatu jalan keluar yang terbaik dalam memecahkan tantangan yang ada. Selain itu dengan bekal keberhasilan daripada banyaknya desa – desa yang ada menjadi desa yang mandiri, maka warga masyarakat dipedesaan lainnya akan lebih optimis dan semangat dalam mencapai setiap harapan dan asa dari adanya UU Desa tersebut. Mereka akan mencontoh desa – desa yang telah mampu keluar dari ketertinggalan dan keterbelakangan untuk mengikuti jejaknya. Dan pada akhirnya dengan keberhasilan pemerintah dan seluruh warga masyarakat menjalankan amanah yang ada di dalam peraturan tentang desa tersebut, maka pembangunan di berbagai aspek masyarakat pedesaan akan berjalan dan harapan untuk menjadi desa yang mandiri dan berdikari akan cepat terlaksana yang pada akhirnya kesejahteraan warga akan meningkat dan kesenjangan sosial mampu teratasi dan diperkecil.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inovasi Desa Lamahu di Gorontalo dengan Lamahu Command Center

“Embung Manajar” Surga Pelancong di Lereng Merbabu