Menengok Tipologi Desa Pada Masa Orde Baru
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Dinamika perkembangan desa di Nusantara berjalan sangat dinamis seiring dengan laju perkembangan jaman dan pertumbuhan warga masyarakat pedesaan. Desa – desa saat ini memainkan peran yang sangat penting dalam membawa masyarakat pada strata yang lebih tinggi. Selain itu sudah banyak prakarsa dari warga masyarakat lokal yang tumbuh dalam rangka membawa desa menuju kejayaannya.
Perkembangan desa – desa juga di barengi dengan timbulnya
peraturan – peraturan baru yang bertujuan sebagai payung hukum bagi – desa untuk
terus membangun. Aturan – aturan bagi desa di buat dengan satu tujuan yakni
sebagai landasan dan pijakan bagi pemerintah dan warga masyarakat agar tidak
ragu dalam memajukan daerah desa dan perdesaan. Dengan adanya aturan yang jelas
akan mempermudah bagi desa – desa untuk melakukan pembangunan dalam rangka
mengentaskan kemiskinan menuju kemakmuran.
Sudah banyak aturan tentang desa di buat oleh sang penguasa,
dari satu rezim ke rezim berikutnya. Hampir setiap pemerintah baru hadir di
negara kita, aturan baru tentang desa pun akan muncul Hal demikian memberikan
sinyal begitu pentingnya desa – desa bagi negara kita. Atau dengan kata lain,
desa merupakan tulang punggung dan memiliki arti yang sangat penting bagi negara kita. Hal ini wajar adanya mengingat
negara kita terbentuk dari desa – desa yang ada, bahkan desa sudah ada sebelum
negara kita terbentuk pada tahun 1945.
Jika kita melihat peraturan – peraturan yang ada tentang
desa, akan di peroleh sisi positif maupun sisi negatifnya. Salah satu pembentuk
dari suatu aturan di antaranya adanya unsur politis, selain terdapat elemen
lainnya yang mendasari lahirnya suatu peraturan. Dan memang tidak bisa
dipungkiri secara politis desa masih memiliki daya tarik tersendiri, hal ini
karena dari desa – desa negara ini terbentuk, dan mayoritas wilayah serta
penduduk bangsa kita berada di kawasan perdesaan dan pinggiran.
Dalam sejarah bangsa kita, kita mengenal beberapa masa atau
era yang sudah berjalan maupun sedang berjalan. Setiap era biasanya di tandai
dengan begantinya berbagai kebijakan sesuai dengan kepemimpinan pada masa
tersebut. Begitu pula dengan desa, setidaknya sudah terjadi beberapa kali pergantian
peraturan yang ada. Hal ini dapat kita lihat dari mulai nenek moyang kita
dengan kuatnya aturan (hukum) adat yang ada. Begitu juga saat penjajah Belanda
masuk dengan diterapkannya Islandsche Gemeente-Ordonnantie (I.G.O ) pada tahun 1906 untuk desa
di Jawa dan Islandsche Gemeente
Ordonnantie Buitengewsten (I.G.O.B) pada tahun 1938 bagi desa di luar P.
Jawa. Dan pada masa Penjajahan Jepang dengan dikeluarkannya Osamu Seirei pada tahun 1944.
Sdangkan pada era setelah kemerdekaan atau pada masa Orde
Lama, pengaturan desa di awali dengan lahirnya UU No.19 tentang Desa Praja. Sedangkan
pada era kepemimpinan Presiden Suharto atau masa Orde Baru, desa – desa mulai
agak menggeliat. Pada masa Orde Baru, landasan bagi pembangunan desa dan
kawasan perdesaan mengacu pada UU No. 5 tahun 1979. Meskipun pada masa Orde
Baru sangat jelas terlihat desa – desa di politisasi bagi pemerintah, namun
perkembangan desa – desa menunjukan pada arah kemajuan. Hal ini ditandai sudah
terbentuknya beberapa tipologi desa yang ada.
Tipologi desa sangatlah penting artinya dalam pembangunan
desa karena dari tipologi yang terbentuk, kita bisa melihat sejauh mana proses
kemajuan pembangunan desa yang sudah tercapai. Pada masa itu Bappenas bersama
BPS menyusun status desa dengan kategori desa tertinggal dan desa tidak
tertinggal, kemudian dikenal dengan desa IDT. Hal ini tentu berbeda dengan saat
ini, berdasarkan UU No 6 thaun 2014 serta hasil pemetaan Kemendes PDTT di kenal
adanya Desa Sangat Tertinggal, Desa Tertinggal, Desa Berkembang, Desa Maju dan
Desa Mandiri (Permendes No 2 Th 2016 tentang Indeks Desa Membangun).
Tipologi Desa Pada Era Orde Baru
Berbeda dengan masa sekarang, desa – desa pada masa orde baru
memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri. Pada masa Presiden Suharto, kita
mengenal beberapa desa dan bahkan sampai sekarangpun masih tidak asing
ditelinga kita. Kita harus akui, pergatian nama dan istilah dalam suatu era kepemimpinan
di negara kita sering kali terjadi. Padahal jika kita mau jeli, sejatinya isi
dan maknanya hampir sama. Namun kadang pemerintah yang baru enggan memakai
istilah ataui nama terhadap istilah yang sudah ada. Hal ini setidaknya menandakan
bahwa setiap pemimpin memiliki egoistis dalam kepemimpinannya. Sejauh mana
pengaruh sifat egoisme tersebut semua kembali pada perilaku dan kemauan baik
para pemimpin tersebut.
Kita dapat ambil contoh jika dulu kita mengenal namanya BanPres (Bantuan Presiden) yakni anggaran yang diperuntukan terhadap desa – desa. Sekarang kita mengenal dengan istilah Alokasi Dana Desa (ADD). Begitu juga terhadap hal lainnya terdapat istilah – istilah baru yang sejatinya memiki makna yang mirip.
Sedangkan pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden
Suharto, dikenal ada bebarapa tipe desa, yakni :
- Desa Swadaya, dimana desa ini masih belum adanya pengaruh dari luar desa, dan terletak di daerah yang terpencil dengan belum mengenalnya warga terhadap teknologi. Sedangkan dari tingkat pendidikan juga masih sangat rendah yakni < 30 %, dengan daya produktifitas warga masih sangat rendah karena infrastruktur dan komunikasi yang masih terbatas. Warga masyarakat masih mengandalkan pendapatan dari bersandar pada kondisi lingkungan, oleh karenanya desa swadaya ini memiliki tingkat pendapatan perkapita pertahun warga masih kecil yakni < Rp 12.000,00. Sedangkan dari sisi pemerintahan desa dan lembaga desa belum berkembang meskipun sudah ada.
- Desa Swakarya atau sering disebut dengan desa peralihan, yakni desa yang ditandai dengan masih berjalannya adat istiadat setempat meskipun sudah mulai pudar dan tidak mengikat karena pengaruh dari luar desa sudah masuk. Desa ini sudah mengenal teknologi yang ditandai dengan mulai berjalannya pembangunan infrastruktur dan komunikasi yang ada. Dari segi pendapatan perkapita per tahun warga bekisar antara Rp 12.000,00 s,d Rp 17.000,00 yang di cirikan dengan daya produktivitas warga dalam kategori sedang.
- Desa Swasembada, dari ketiga desa ini desa ini merupakan desa harapan bagi pembangunan kedepannya yakni dengan di tandai naiknya tingkat pendapatan per kapita warga yakni > Rp 17.000,00 yang didasari dengan tingginya tingkat produktivitas warga. Namun pada tipe desa ini adat istiadat dan nilai – nilai tradisional mulai longgar dan tidak adanya ikatan yang kuat, hal ini dipengaruhi dari masuknya pengaruh dari luar yang membuat pudarnya nilai – nilai yang ada di suatu desa. Pada jenis desa ini Pemerintahan dan lembaga desa sudah berjalan dengan baik serta infrastruktur dan komunikasi dapat diterapkan dengan bagus. Desa seperti ini biasanya terletak di dekat daerah kota kecamatan sehingga dari pekerjaan penduduknyapun sudah bersifat heterogen dan bukan hanya mengandalkan hasil olahan bumi serta bersandar pada alam saja.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar