Eksplorasi Wisata Lokal Desa Dengan Media Film Nasional
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Menjadi bangsa yang besar dengan beribu – ribu pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, bagi bangsa kita merupakan anugerah tersendiri dari Tuhan yang tidak dimiliki oleh negara lain. Apalagi ditambah dengan kekayaan alam berupa panorama alam yang menawan manambah daya pikat tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung. Berjuta wisatawan internasional datang ke negeri ini setiap tahunnya hanya sekedar untuk menikmati pesona alamnya. Sampai saat ini sudah banyak destinasi wisata yang terkenal sampai manca negara seperti Bali, Lombok, Raja Ampat dll, namun masih banyak potensi wisata lokal di daerah - daerah yang masih terpendam dan belum terekspos.
Apalagi jika kita mau melihat daerah pedesaan yang terletak di pinggiran dan pedalaman nusantara, akan membuat kagum rasanya akan keelokan alamnya. Selain keelokan alam tentu yang tidak kalah apiknya yakni masih hidupnya berbagai kearifan lokal di desa – desa tersebut. Sangat disayangkan jika pesona pedesaan dengan berbagai tradisi dan adat istiadatnya tidak mampu dikenal khalayak luas. Apalagi untuk menjangkau dan mengunjunginya mendengar saja mungkin belum pernah.Padahal jika daerah pedesaan mampu menggali serta mengelola lokasi wisata lokal dengan keindahan alamnya, tidak mustahil akan dapat menambah income warga masyarakat sekitar secara tidak langsung. Dimana kekayaan alam Indonesia yang luar biasa seharusnya mampu menjadi pundi – pundi bagi kesejahteraan masyarakat.
Sudah selayaknya keindahan panorama desa – desa di nusantara kembali menghiasi dunia perfilman tanah air. Hal demikian dikarenakan film merupakan salah satu media terbaik dalam mempromosikan wisata lokal yang ada daerah – daerah serta sangat informatif dan detail. Melalui film, masyarakat luas bahkan dunia internasional bukan hanya di suguhi hiburan semata namun para pecinta film juga akan lebih kenal dengan ragam pesona keindahan desa di nusantara.
Sejarah
Hari Film Nasional
Bagi sebagian orang mungkin banyak yang lupa bahkan mungkin tidak tahu jika tanggal 30 Maret merupakan hari film nasional bagi bangsa ini. Dan tidak terasa sudah 68 tahun dunia perfilman nasional kita terus berkembang di tanah air. Hal tersebut diawali dengan mulai ditayangkannya film perdana yang dibuat orang Indonesia asli melalui sutradara Usmar Ismail dalam “Darah dan Doa” tepat pada 30 Maret 1950. Meskipun film pertama yang tayang di tanah air sejatinya telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka, melalui loetoeng kasaroeng garapan sutradara G. Kruger dan L. Heuveldorp warga keturunan Belanda pada tahun 1926.
Sejatinya Hari film nasional sendiri ada tidak lepas dari pemerintahan Presiden Habibie yang kala itu memimpin. Melalui Keppres No 25/1999 maka ditetapkanlah tanggal 30 Maret sebagai Hari Film Nasional. Usaha pemerintah dengan menetapkan hari film nasional tersebut sudah selayaknya kita apresiasi, dimana dengan penetapan tersebut berarti dukungan terhadap dunia perfilman dari pemerintah jelas nyata. Dengan begitu optimisme terhadap industri film nasional akan bergerak lebih baik. Hal demikian dengan sendirinya akan mampu mengangkat banyak aspek dalam kehidupan baik politik, ekonomi, agama, kearifan lokal, wisata maupun aspek yang lainnya.
Film nasional dari waktu kewaktu semakin meningkat baik dari sisi kwalitas maupun kwantitasnya. Peningkatan kwalitas terjadi tidak hanya dari para aktor dan semua yang terlibat dari pembuatan filmnya saja namun juga dari tehnik pengambilan gambarnya juga mengalami peningkatan. Selain itu dari jumlah dan jenis film yang diproduksi oleh para sineas tersebut juga mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal tersebut tidak lepas dari kerja keras para pelaku di dunia hiburan itu sendiri maupun dukungan dari pemerintah dan seluruh masyarakat.
Film Media Promosi Wisata Lokal Desa
Kebangkitan film nasional bertema wisata lokal mulai terasa pada 2008 ketika film laskar pelangi besutan sutradara Riri Reza mulai tayang di bioskop tanah air. Laskar pelangi sendiri merupakan salah satu contoh keberhasilan film nasional yang mampu mengangkat destinasi wisata lokal daerah. Dulu orang tidak banyak yang mengenal Pantai Tanjung Tinggi, namun semenjak kehadiran film tersebut, destinasi wisata di Belitung tersebut menjadi hits dan mampu mengangkat nama daerah tersebut. Bahkan film yang di adaptasi dari novel Andrea Hirata tersebut, mampu menyabet banyak penghargaan baik nasional maupun internasional.
Kesuksesan laskar pelangi dalam film nasional dengan sendirinya mengangkat destinasi wisata daerah Belitung, apalagi lokasi yang langsung dijadikan syuting film itu. Semisal Pantai Tanjung Tinggi di kota Tanjung Pandan dan Pantai Nyiur Melambai di Manggar Belitung Timur. Selain itu destinasi wisata lokal lainnyapun otomatis ikut terangkat namanya, semisal Bukit Berahu di dekat Tanjung Tinggi, Pantai Punai di Simpang Pesak Belitung Timur, Danau Kaolin, Pulau Pasir, Pulau Lengkuas, Pantai Tanjung Kelayang dan masih banyak lainnya.
Dari keberhasilan film fenomenal tersebut menghiasi dunia layar lebar, maka memicu gairah para sineas lainnya untuk membuat film sejenis yang mengangkat destinasi wisata lokal di Nusantara. Sebutlah film semacam 5 cm (2012) dengan Ranu Kumbolonya di Gunung Semeru yang sangat menggoda serta puncak mahamerunya yang menantang, atau mungkin film King (2009) karya Arie Sihasale dengan latar belakang Kawah Ijen dan Taman Nasional Baluran di jawa Timur yang sangat indah. Serta film lainnya dengan tema yang sejenis semisal Pendekar Tongkat Emas (2014), Labuan Hati (2017), The Nekad Traveler (2017) dll.
Agar film nasional mampu mengangkat destinasi wisata lokal pedesaan, maka ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian. Diantaranya yang pertama para sineas nasional bersinergi dengan sineas – sineas lokal maupun pemda khususnya dinas pariwisata guna dapat mengeksplorasi setiap destinasi wisata yang ada di desa – desa guna dijadikan lokasi syuting pengambilan gambar. Dengan adanya kerjasama ini maka sineas – sineas nasional tidak akan kesulitan dalam memetakan obyek wisata lokal yang layak untuk diangkat di layar perak.
Yang kedua para pekerja seni film melalui Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) sewajarnya menggandeng aktor terkenal dari manca negara guna lebih mampu berkompetisi di dunia perfilman internasional. Dengan hadirnya aktor dari negara luar tersebut setidaknya dapat jadi daya magnet tersendiri bagi penonton. Kita masih ingat bagaimana Julia Robert berperan sebagai Liz dalam Eat, Pray and Love (2010) begitu menginspiratif penonton guna menjelajahi keindahan Bali yang begitu tenang. Selain itu tentunya juga mampu menggandeng aktor lokal dan warga masyarakat desa dalam pembuatan filmnya.
Dan ketiga yang tidak kalah pentingnya peran daripada Pemerintah di bawah Kementerian Pariwisatanya mampu bersinergi dengan Badan Perfilman Indonesia (BPI) guna membuat program – program unggulan yang kreatif dan inovatif dengan tujuan menggali serta mengembangkan lokasi wisata lokal yang ada di tanah air. Kesungguhan pemerintah sangat diperlukan untuk mendorong tumbuhnya wisata lokal yang ada di daerah – daerah. Selain itu agar lebih mampu memaksimalkan potensi lokal desa, Kemendes sudah selayaknya juga dirangkul guna mampu bersinergi dalam pembuatan setiap adegan di desa – desa.
Sudah saatnya destinasi wisata lokal dipromosikan dan diperkenalkan keluar daerah melalui layar lebar. Kebersamaan dan sinergi antara semua pihak merupakan kunci kesuksesan dari semuanya dan tidaklah mustahil jika destinasi wisata lokal yang ada nantinya mampu menjadi tulang punggung pembangunan di daerah. Dan lewat film nasional, lokasi wisata lokal akan dapat go nasional bahkan go internasional. Dengan berkembangnya wisata lokal otomatis PAD di daerah akan meningkat dan kesejahteraan dan kemakmuran warga mudah di gapai.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar