Menyoal Kesetiakawanan Sosial
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Tidak bisa dipungkiri bahwa secara geografis memang bangsa kita berada pada daerah dengan kondisi rawan bencana. Sebagai negara kepulauan yang dibatasi dengan selat dan samudera yang berpotensi terjadinya tsunami. Wilayah kepulauan Sumatera, Jawa, Bali, NTT, NTB serta beberapa pulau di Indonesia bagian timur lainnya juga banyak terdapat pegunungan yang beberapa di antaranya masih aktif dan mengundang terjadinya erupsi suatu saat. Belum lagi dengan adanya dua musim di negara kita juga seringkali terdapat angin yang berhembus sangat kuat hingga banyak memporak porandakan beberapa daerah.
Kondisi tersebut diperparah dengan perilaku warga sendiri
yang kurang peduli terhadap lingkungan sekitar, sehingga mengundang datangnya
bencana yang bersifat musiman semisal banjir di saat musim penghujan. Ataupun
dikala musim panas terjadi kebakaran dan kekeringan di sebagian wilayah tanah
air. Pembalakan liar, pertambangan ilegal maupun konvensi lahan tanpa kontrol untuk
perumahan dan industri memicu terjadinya bencana alam yang setiap musim selalu
terjadi.
Kearifan lokal yang selama ini berjalan dengan adanya kepedulian
warga terhadap lingkungan tidak berjalan semestinya. Alam seakan berusaha
menyeimbangkan diri terhadap berbagai tingkah laku manusia tersebut. Hukum “aksi reaksi” bekerja secara alami,
sesuai dengan kodratNya jika tingkah laku manusia yang sudah tidak peduli
terhadap alam maka alam akan berusaha untuk membuat keseimbangan.
Belum lagi masalah lingkungan dan alam usai, musibah juga
datang dari adanya pandemi covid-19 yang sudah hampir satu tahun terjadi dan
tidak tahu kapan berakhirnya di negeri ini. Semua memerlukan penanganan yang
ektra lebih dengan mengatasnamakan kemanusiaan. Musibah yang datang silih
berganti mungkin suatu hal yang wajar, tinggal bagaimana kita mensikapi dan
mengatasinya. Segala upaya telah pemerintah dan warga lakukan demi keluar dari
berbagai musibah yang menimpa negera kita.
Dalam segi anggaran, biasanya terkendala minimnya anggaran
yang disediakan oleh pemerintah, baik pada pra bencana maupun pasca bencana.
Pada masa pra bencana minimnya dana untuk pencegahan dengan berbagai aksi
sosialisasi dan edukasi menjadi tantangan tersendiri. Sedangkan pasca
terjadinya bencana, terkendala kurangnya anggaran guna pemulihan korban
bencana, santunan, perbaikan sarana prasarana, biaya hidup dan lain sebagainya.
Melihat hal tersebut sudah lazim adanya jika ada aksi spontanitas warga guna
meringankan penderitaan korban bencana melalui kepedulian sosial dengan
mengatas namakan kemanusiaan dan rasa empati sesama.
Semangat Kesetiakawanan
Sosial
Manusia di lahirkan pada dasarnya sebagai makhluk sosial, hal
ini dapat kita lihat dari adanya ketergantungan manusia satu dengan yang lain.
Seberapa tangguh dan kuatnya mereka, pasti membutuhkan sesama. Manusia sebagai
makhluk sosial sudah terlihat dari semenjak di lahirkan. Bagaimana ibu kita
mampu melahirkan, merawat, membesarkan, mendidik kita tanpa bantuan orang lain?.
Yang pasti mereka perlu orang lain apapun alasannya.
Kesetiakawanan sosial di negara kita tumbuh secara alami, dari
jaman nenek moyang kita sebagai akar budaya dan sudah seharusnya terus di pupuk.
Kesetiakawanan sosial merupakan bagian dari nilai, sikap, perilaku pro sosial yang
bersumber dari akar budaya bangsa yang identik dengan kebersamaan dan rasa
sepenaggungan. Nilai kesetiakawanan sosial sendiri memiliki posisi yang sangat
strategis dalam pembangunan nasional.
Dengan adanya kesetiakawanan sosial semangat kebersamaan akan
selalu tumbuh. Begitu juga Kepedulian sosial antar warga masyarakat secara
spontan akan terbina, terlebih jika datang suatu musibah di antara kita. Nilai
– nilai yang terpendam dalamnya menjadi salah satu modal kita bersama dalam
menghadapi pandemi corona yang saat ini masih terjadi. Dengan kesetiakawanan
sosial, warga yang terpapar akan merasa sangat bahagia karena merasa di
perhatikan warga lainnya. Rasa sependeritaan dan sepenanggungan akan muncul
serta tumbuh rasa empati yang berujung mengalirnya berbagai bentuk bantuan
kepada warga yang terpapar.
Bantuan materiil
berupa sembako, bahan kebutuhan pokok, akan dengan sendirinya mengalir. Tidak
ketinggalan dukungan immateriil
berupa do’a dan semangat tidak pernah terputus dari warga lainnya. Semua itu
merupakan bentuk rasa kesettiakawanan sosial yang biasa terjadi, apalagi pada
warga masyarakat pedesaan yang memang sudah terkenal dengan rasa kebersamaannya
dari sejak dahulu kala.
Begitu juga dalam suatu lembaga maupun institusi, jika ada
salah satu pegawai atau karyawannya terpapar corona, pegawai yang lain akan ikut
merasakannya pula. Tanpa memandang level dan kedudukannya, pegawai akan
menunjukkan empatinya dengan berbagai cara. Semua dilakukannya dengan satu
tujuan meringankan beban manusia yang sedang tertimpa musibah.
Namun dibalik begitu besar nilai kesetiakawanan sosial yang
ada, patut diwaspadai munculnya manusia – manusia yang akan memanfaatkan
keadaan yang ada. Mereka seolah menjadi pahlawan dengan segala kebaikan, kerelaan dan penuh
keikhlasan. Padahal di balik itu semua, kebaikannya bersifat semu belaka dan
hanya ingin dipandang serta sekedar mencari muka. Oleh karenanya sudah
sewajarnya kita lebih berhati – hati, karena yang tahu hati dan niat seseorang
hanya masing – masing kita dan Tuhan semata. Jangan sampai niat dan tujuan yang
baik dengan mengatasnamakan kemanusian menjadi dilema dan di salah gunakan.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar