“Jalan Besar” Wisata Lokal Pedesaan

Gambar
Musim liburan sebentar lagi tiba, baik liburan karena anak sekolah maupun libur karena hari besar keagamaan yang pasti semua akan dinantikan bagi setiap warga Indonesia. Hal ini tidaklah berlebihan mengingat di hari libur nan indah tersebut, banyak moment – moment yang mampu di lakukan warga masyarakat. Selain menjadi ajang silaturahim sebagai bentuk hubungan baik dengan keluarga, liburan biasanya dijadikan moment warga kota untuk dapat pulang ke tanah kelahirannya di desa – desa. Dalam memanfaatkan moment kebersamaan antar anggota keluarga maupun ajang silaturahim antar warga, tidaklah jarang warga masyarakat mencari tempat berkumpul yang agak nyaman terutama bagi keluarga besar yang memang berniat menjadikan moment liburan sebagai ajang reuni dan silaturahim. Selain tempat yang lapang dengan suasana yang berbeda, anggota keluarga juga dapat menjadikan sarana refreshing dalam pertemuan tersebut. Oleh karena itu biasanya warga menjadikan area wisata lokal sebagai destinasi dalam ...

Menyoal Kesetiakawanan Sosial


Tidak bisa dipungkiri bahwa secara geografis memang bangsa kita berada pada daerah dengan kondisi rawan bencana. Sebagai negara kepulauan yang dibatasi dengan selat dan samudera yang berpotensi terjadinya tsunami. Wilayah kepulauan Sumatera, Jawa, Bali, NTT, NTB serta beberapa pulau di Indonesia bagian timur lainnya juga banyak terdapat pegunungan yang beberapa di antaranya masih aktif dan mengundang terjadinya erupsi suatu saat. Belum lagi dengan adanya dua musim di negara kita juga seringkali terdapat angin yang berhembus sangat kuat hingga banyak memporak porandakan beberapa daerah.

Kondisi tersebut diperparah dengan perilaku warga sendiri yang kurang peduli terhadap lingkungan sekitar, sehingga mengundang datangnya bencana yang bersifat musiman semisal banjir di saat musim penghujan. Ataupun dikala musim panas terjadi kebakaran dan kekeringan di sebagian wilayah tanah air. Pembalakan liar, pertambangan ilegal maupun konvensi lahan tanpa kontrol untuk perumahan dan industri memicu terjadinya bencana alam yang setiap musim selalu terjadi.

Kearifan lokal yang selama ini berjalan dengan adanya kepedulian warga terhadap lingkungan tidak berjalan semestinya. Alam seakan berusaha menyeimbangkan diri terhadap berbagai tingkah laku manusia tersebut. Hukum “aksi reaksi” bekerja secara alami, sesuai dengan kodratNya jika tingkah laku manusia yang sudah tidak peduli terhadap alam maka alam akan berusaha untuk membuat keseimbangan.

Belum lagi masalah lingkungan dan alam usai, musibah juga datang dari adanya pandemi covid-19 yang sudah hampir satu tahun terjadi dan tidak tahu kapan berakhirnya di negeri ini. Semua memerlukan penanganan yang ektra lebih dengan mengatasnamakan kemanusiaan. Musibah yang datang silih berganti mungkin suatu hal yang wajar, tinggal bagaimana kita mensikapi dan mengatasinya. Segala upaya telah pemerintah dan warga lakukan demi keluar dari berbagai musibah yang menimpa negera kita. 

Dalam segi anggaran, biasanya terkendala minimnya anggaran yang disediakan oleh pemerintah, baik pada pra bencana maupun pasca bencana. Pada masa pra bencana minimnya dana untuk pencegahan dengan berbagai aksi sosialisasi dan edukasi menjadi tantangan tersendiri. Sedangkan pasca terjadinya bencana, terkendala kurangnya anggaran guna pemulihan korban bencana, santunan, perbaikan sarana prasarana, biaya hidup dan lain sebagainya. Melihat hal tersebut sudah lazim adanya jika ada aksi spontanitas warga guna meringankan penderitaan korban bencana melalui kepedulian sosial dengan mengatas namakan kemanusiaan dan rasa empati sesama.

Semangat Kesetiakawanan Sosial

Manusia di lahirkan pada dasarnya sebagai makhluk sosial, hal ini dapat kita lihat dari adanya ketergantungan manusia satu dengan yang lain. Seberapa tangguh dan kuatnya mereka, pasti membutuhkan sesama. Manusia sebagai makhluk sosial sudah terlihat dari semenjak di lahirkan. Bagaimana ibu kita mampu melahirkan, merawat, membesarkan, mendidik kita tanpa bantuan orang lain?. Yang pasti mereka perlu orang lain apapun alasannya.

Kesetiakawanan sosial di negara kita tumbuh secara alami, dari jaman nenek moyang kita sebagai akar budaya dan sudah seharusnya terus di pupuk. Kesetiakawanan sosial merupakan bagian dari nilai, sikap, perilaku pro sosial yang bersumber dari akar budaya bangsa yang identik dengan kebersamaan dan rasa sepenaggungan. Nilai kesetiakawanan sosial sendiri memiliki posisi yang sangat strategis dalam pembangunan nasional.

Dengan adanya kesetiakawanan sosial semangat kebersamaan akan selalu tumbuh. Begitu juga Kepedulian sosial antar warga masyarakat secara spontan akan terbina, terlebih jika datang suatu musibah di antara kita. Nilai – nilai yang terpendam dalamnya menjadi salah satu modal kita bersama dalam menghadapi pandemi corona yang saat ini masih terjadi. Dengan kesetiakawanan sosial, warga yang terpapar akan merasa sangat bahagia karena merasa di perhatikan warga lainnya. Rasa sependeritaan dan sepenanggungan akan muncul serta tumbuh rasa empati yang berujung mengalirnya berbagai bentuk bantuan kepada warga yang terpapar.

Bantuan materiil berupa sembako, bahan kebutuhan pokok, akan dengan sendirinya mengalir. Tidak ketinggalan dukungan immateriil berupa do’a dan semangat tidak pernah terputus dari warga lainnya. Semua itu merupakan bentuk rasa kesettiakawanan sosial yang biasa terjadi, apalagi pada warga masyarakat pedesaan yang memang sudah terkenal dengan rasa kebersamaannya dari sejak dahulu kala.

Begitu juga dalam suatu lembaga maupun institusi, jika ada salah satu pegawai atau karyawannya terpapar corona, pegawai yang lain akan ikut merasakannya pula. Tanpa memandang level dan kedudukannya, pegawai akan menunjukkan empatinya dengan berbagai cara. Semua dilakukannya dengan satu tujuan meringankan beban manusia yang sedang tertimpa musibah.

Namun dibalik begitu besar nilai kesetiakawanan sosial yang ada, patut diwaspadai munculnya manusia – manusia yang akan memanfaatkan keadaan yang ada. Mereka seolah menjadi pahlawan  dengan segala kebaikan, kerelaan dan penuh keikhlasan. Padahal di balik itu semua, kebaikannya bersifat semu belaka dan hanya ingin dipandang serta sekedar mencari muka. Oleh karenanya sudah sewajarnya kita lebih berhati – hati, karena yang tahu hati dan niat seseorang hanya masing – masing kita dan Tuhan semata. Jangan sampai niat dan tujuan yang baik dengan mengatasnamakan kemanusian menjadi dilema dan di salah gunakan.

Selain itu lebih ironisnya lagi jika semangat kesetiakawanan sosial di manfaatkan guna mendulang keuntungan pribadi, baik secara materi dengan cara menyalahgunakan bantuan yang ada. Atau bisa pula dengan motif lain guna  memperkaya diri sendiri atau kelompoknya. Oleh karenanya sudah sepantasnya segala bentuk kesetiakawanan sosial haruslah dilandasi dengan ketulusan nurani untuk meringankan beban sesama yang dilandasi rasa perikemanusiaan dalam aksinya. Semua kembali pada moral dan mental masing – masing warga masyarakat yang ada di sekitarnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembangunan Desa ; Harapan dan Tantangan

Inovasi Desa Lamahu di Gorontalo dengan Lamahu Command Center

“Embung Manajar” Surga Pelancong di Lereng Merbabu