“Jalan Besar” Wisata Lokal Pedesaan

Gambar
Musim liburan sebentar lagi tiba, baik liburan karena anak sekolah maupun libur karena hari besar keagamaan yang pasti semua akan dinantikan bagi setiap warga Indonesia. Hal ini tidaklah berlebihan mengingat di hari libur nan indah tersebut, banyak moment – moment yang mampu di lakukan warga masyarakat. Selain menjadi ajang silaturahim sebagai bentuk hubungan baik dengan keluarga, liburan biasanya dijadikan moment warga kota untuk dapat pulang ke tanah kelahirannya di desa – desa. Dalam memanfaatkan moment kebersamaan antar anggota keluarga maupun ajang silaturahim antar warga, tidaklah jarang warga masyarakat mencari tempat berkumpul yang agak nyaman terutama bagi keluarga besar yang memang berniat menjadikan moment liburan sebagai ajang reuni dan silaturahim. Selain tempat yang lapang dengan suasana yang berbeda, anggota keluarga juga dapat menjadikan sarana refreshing dalam pertemuan tersebut. Oleh karena itu biasanya warga menjadikan area wisata lokal sebagai destinasi dalam ...

Bulan Puasa dan Pedesaan


Alhamdulillah, sebentar lagi bulan puasa tahun ini telah tiba. Bagi umat muslim pada umumnya, bulan puasa merupakan bulan yang sangat dinantikan. Dimana pada bulan tersebut banyak terdapat keutamaan yang akan didapat, baik secara fisik maupun mental rohani bagi setiap individu yang menjalankannya. Hal ini tidaklah berlebihan mengingat dalam bulan puasa fisik dan rohani kita akan di gembleng dan ditempa selama sebulan penuh untuk menjalankan kewajiban menahan makan, minum dan hawa nafsu.
Menjelang datangnya bulan agung nan suci tersebut, biasanya di tandai dengan banyaknya aktivitas warga di tempat – tempat ibadah baik mushola maupun masjid. Kegiatan fisik seperti membersihkan tempat ibadah maupun kegiatan sosial lainnya biasanya rutin dilakukan warga. Selain itu bersilaturahim antar saudara untuk memotivasi antar umat juga biasa dilaksanakan warga masyarakat. Tidak ketinggalan bagi warga masyarakat yang tinggal di pedesaan, para tokoh adat, ulama maupun sesepuh warga biasanya juga mengadakan pembekalan bagi para penceramah yang bertujuan menjaga suasana yang kondusif selama pelaksanaan ibadah di bulan puasa tersebut.
Bulan puasa sejatinya banyak mengandung makna yang tersimpan didalamnya. Selain sebagai sarana mendekatkan diri pada Allah dengan menjalankan saum, juga sebagai sarana mempererat hubungan vertikal denganNya (Hablumminallah). Bulan Ramadhan sendiri juga sebagai sarana meningkatkan hubungan horisontal sesama manusia sebagai makhluk sosial (Hablumminannas). Hal demikian dikarenakan dalam bulan puasa sendiri tidak terlepas dari banyaknya anjuran untuk memperbanyak amal kebaikan dalam bentuk  kedemawanan sosial baik melalui sedekah, infak, zakat maupun yang lainnya.

Gambar terkait
Sadranan Cepogo
       Bagi masyarakat pedesaan datangnya bulan puasa merupakan suatu hal yang memiliki arti tersendiri. Sebelum datangnya bulan nan agung tersebut, warga pedesaan sesuai dengan tradisi daerah masing – masing memiliki ritual tersendiri. Misalkan saja di daerah Cepogo Kabupaten Boyolali dan sekitarnya, tradisi sadranan yang biasa dilakukan menjelang puasa tersebut sudah berubah menjadi konsep wisata religius. Masyarakat di lereng Gunung Merapi dan sekitarnya sangat antusias menyambut datangnya Bulan Ramadhan tersebut sehingga menjadikan daerah mereka menjadi destinasi wisata religius. Tradisi yang berasal dari kebiasaan warga secara turun temurun dengan cara memanjatkan doa pada Yang Maha Kuasa terhadap arwah leluhur mereka tersebut, sekarang bukan hanya menjadi tradisi lokal namun sudah diangkat pemerintah menjadi salah satu bentuk kearifan lokal yang perlu dilestarikan.
Di dalam tradisi sadranan, selain adanya bentuk solidaritas sosial yang berkembang dengan adanya acara kumpul warga (baik di makam maupun di tempat ibadah) juga mampu membangkitkan tali silaturahim antar warga masyarakat pedesaan yang ada. Warga masyarakat desa bahkan yang berasal dari luar desa pun datang untuk sekedar menyambung tali silaturahim. Begitu juga dengan sanak saudara dan kerabat yang jauh letaknya menyempatkan diri untuk pulang kampung ke asalnya hanya sekedar untuk dapat berkumpul bersama keluarga dan saudara. Tradisi sadranan tersebut bahkan mampu mengalahkan ramainya tradisi lebaran yang biasanya ditandai dengan banyaknya pemudik yang pulang ke kampung halaman.
            Selain tradisi sadranan, masih banyak tradisi – tradisi di daerah lainnya yang kerap kali dijalankan warga masyarakatpinggiran dan pedesaan, semisal tradisi padusan ( membersihkan diri dengan berendam) di Solo sekitarnya, besik (membersihkan makam secara bersama – sama), nyekar leluhur (membersihkan makam para leluhur), Munggahan di Jawa Barat, Megibug di Bali, Nyorog (memberikan makanan antaran terhadap saudara atau orang tua) di Jakarta, Malamang (membuat lamang yng merupakan makanan khas) di Minangkabau, Dugderan di Semarang, Meugang di Aceh, Perlon Unggahan di Banyumasan, Megengan (membuat kue apam untuk kenduri selamatan) di sebagian Jawa Timur, dan lain sebagainya tradisi yang ada di Indonesia yang mencirikan keberagaman bangsa.
            Bagi masyarakat pedesaan di daerah – daerah lainnya, masih banyak tradisi lokal dalam menyambut bulan puasa yang berkembang, dimana semuanya sebagai wujud bentuk kearifan lokal yang perlu di lestarikan. Selain adanya faktor kebiasaan, bagi warga masyarakat desa faktor geneologis (keturunan) juga membawa pengaruh yang sangat kuat akan timbulnya tradisi tersebut. Selain itu warga desa sendiri pada dasarnya terbentuk karena adanya unsusr kekerabatan yang sangat kuat antara individu satu terhadap individu yang lain. Mereka terbentuk dalam satu ikatan, satu pemikiran, satu pakem dalam kebersamaan baik dalam suka maupun duka. Ikatan batin mereka sangat kuat karena lahir dan besar dalam satu lingkungan dan tradisi. Tidak aneh jika masyarakat desa merupakan masyarakat yang bersifat homogen dalam arti masih dalam satu kesatuan dalam berbagai hal, baik dalam hal ekonomi, sosial, pemikiran, budaya maupun perasaan.

            Saatnya Hati Bicara
Jatuhnya bulan puasa di tahun ini mengharuskan kita untuk lebih ekstra dalam mengoreksi dan mawas diri apalagi setelah diselenggarakannya pesta demokrasi melalui pemilu yang ada. Tidak ketinggalan pula pemerintah daerah khususnya, moment datangnya bulan suci ini merupakan  sebuah tantangan tersendiri dalam menjaga persatuan warga ditengah – tengah terbelahnya suara dan pendirian warga dengan adanya Paslon pilihan di masing – masing daerah.  Biasanya warga akan tetap egois dan fanatik dalam mempertahankan kandidat yang ada. Mereka tidak peduli dengan kekurangan yang ada pada Paslon masing – masing, pokoknya Paslon mereka adalah yang terbaik dan Paslon yang lain penuh dengan cacat.
Namun bagi para warga masyarakat desa umumnya, tidaklah berlebihan jika moment ramadhan dijadikan momentum lebih dalam menjaga sikap dan pendirian. Meskipun pada kenyataanya warga masyarakat desa tidaklah begitu terpengaruh dengan adanya hiruk pikuk dan segala bentuk kegaduhan politik yang ada. Mereka lebih mampu berpikir secara rasionalis, dimana hubungan baik secara sosial kamasyarakatan akan lebih di utamakan dibandingkan hanya mengedepankan ego mereka demi perbedaan pilihan yang ada. Masyarakat desa akan lebih mengutamakan kedamaian dalam kehidupannya dibandingkan mempertahankan prinsispnya yang kadang akan terjadi benturan antar warga.
Untuk dapat menjadikan bulan puasa sebagai moment dalam menjaga suasana yang kondusif, salah satu hal yang perlu mendapatkan perhatian kita bersama yakni pentingnya menjaga dan meluruskan niat dari setiap perbuatan. Hal tersebut dilakukan guna tetap terjaganya suasana bulan suci yang ada tidak dikotori dengan aksi maupun kegiatan – kegiatan yang dapat merusak suasana kebatinan yang terbentuk selama bulan ramadhan tersebut. Begitu pentingnya niat dalam sebuah amal perbuatan sehingga Nabi Muhammad SAW mewanti – wanti bahwa segala amal perbuatan itu tergantung dari niatnya (Innama a’malu binniyat).
Namun yang menjadi persoalan niat itu adanya di dalam hati masing – masing individu, dan secara kasat mata tidak akan terlihat oleh individu lainnya. Hal demikian karena niat memiliki peran penting sebagai pembeda dari setiap aktivitas kita. Baik dan buruknya serta lurus dan tulusnya niat tergantung dari hati kita masing - masing. Perbuatan dan lisan kita akan baik jika digerakan oleh hati yang baik, begitu pula jasad kita akan melakukan perbuatan keji juga digerakkan dari hati yang sakit. Dengan hati yang bersih dan bening  kita dapat membedakan sesuatu antara yang baik dan buruk, bukan hanya masalah benar dan salah. Karena sesuatu yang benar belum tentu baik, begitu pula sesuatu yang salah belum tentu buruk.
Memang tidak mudah dalam menjaga hati, namun karena begitu besar pengaruh hati terhadap perilaku kita, maka kita haruslah selalu berusaha sekuat tenaga menjaga hati. Jangan sampai tujuan yang begitu baik dan mulia dalam menjalankan proses demokrasi di Indonesia ternoda karena adanya hati yang selalu dipenuhi rasa ambisius yang akan menghalalkan segala cara guna mencapai tujuan. Sudah banyak sekali referensi yang ada bagaimana kiat kita untuk selalu menjaga hati kita agar tetap bersih dan tulus, tinggal sekarang semua tergantung kemauan kita untuk mulai program merawat hati. Lebih – lebih moment bulan puasa merupakan saat terbaik untuk mulai program tersebut.
Sudah saatnya kita banyak melakukan instropeksi terhadap niat di dalam hati kita masing – masing. Bulan puasa merupakan moment terbaik guna memulai sesuatu program yang baru. Dan dengan terjaga dan terawatnya hati kita maka kwalitas keimanan kita akan meningkat sehingga moral dan etika kita dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat juga akan selalu terjaga. Dengan adanya moral dan etika dalam kehidupan maka keharmonisan dalam masyarakat akan terwujud, sehingga gesekan dan konflik horisontal dalam rangka pesta demokrasi nantinya akan dapat di hindari.
Selain itu kehadiran para pengawa desa di tengah – tengah masyarakat desa sangatlah di tunggu ke datangannya. Hal ini mengingat biasanya para abdi masyarakat tersebut merupakan tokoh kunci sebagai pemecah persoalan di pedesaan yang juga sebagai tokoh masyarakat, ulama, maupun sesepuh setempat yang di akui keberadaannya. Dengan adanya sentuhan tangan dingin penggwa desa di tambah lagi nuansa religius di bulan puasa, maka ketegangan politik yang ada selama masa coblosan pilpres sedikit akan memudar dan cair. Warga masyarakat akan lebih terfokus dalam menjalankan ibadah puasa, guna untuk meningkatkan kedekatan terhadap Sang Khalik untuk meraih derajat takwa di sisiNya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembangunan Desa ; Harapan dan Tantangan

Inovasi Desa Lamahu di Gorontalo dengan Lamahu Command Center

“Embung Manajar” Surga Pelancong di Lereng Merbabu