Alhamdulillah,
sebentar lagi bulan puasa tahun ini telah tiba. Bagi umat muslim pada umumnya,
bulan puasa merupakan bulan yang sangat dinantikan. Dimana pada bulan tersebut
banyak terdapat keutamaan yang akan didapat, baik secara fisik maupun mental
rohani bagi setiap individu yang menjalankannya. Hal ini tidaklah berlebihan
mengingat dalam bulan puasa fisik dan rohani kita akan di gembleng dan ditempa
selama sebulan penuh untuk menjalankan kewajiban menahan makan, minum dan hawa
nafsu.
Menjelang
datangnya bulan agung nan suci tersebut, biasanya di tandai dengan banyaknya
aktivitas warga di tempat – tempat ibadah baik mushola maupun masjid. Kegiatan
fisik seperti membersihkan tempat ibadah maupun kegiatan sosial lainnya
biasanya rutin dilakukan warga. Selain itu bersilaturahim antar saudara untuk
memotivasi antar umat juga biasa dilaksanakan warga masyarakat. Tidak
ketinggalan bagi warga masyarakat yang tinggal di pedesaan, para tokoh adat,
ulama maupun sesepuh warga biasanya juga mengadakan pembekalan bagi para
penceramah yang bertujuan menjaga suasana yang kondusif selama pelaksanaan
ibadah di bulan puasa tersebut.
Bulan
puasa sejatinya banyak mengandung makna yang tersimpan didalamnya. Selain
sebagai sarana mendekatkan diri pada Allah dengan menjalankan saum, juga sebagai sarana mempererat
hubungan vertikal denganNya (Hablumminallah).
Bulan Ramadhan sendiri juga sebagai sarana meningkatkan hubungan horisontal
sesama manusia sebagai makhluk sosial (Hablumminannas).
Hal demikian dikarenakan dalam bulan puasa sendiri tidak terlepas dari
banyaknya anjuran untuk memperbanyak amal kebaikan dalam bentuk kedemawanan sosial baik melalui sedekah,
infak, zakat maupun yang lainnya.
|
Sadranan Cepogo |
Bagi
masyarakat pedesaan datangnya bulan puasa merupakan suatu hal yang memiliki
arti tersendiri. Sebelum datangnya bulan nan agung tersebut, warga pedesaan
sesuai dengan tradisi daerah masing – masing memiliki ritual tersendiri.
Misalkan saja di daerah Cepogo Kabupaten Boyolali dan sekitarnya, tradisi sadranan yang biasa dilakukan menjelang
puasa tersebut sudah berubah menjadi konsep wisata religius. Masyarakat di
lereng Gunung Merapi dan sekitarnya sangat antusias menyambut datangnya Bulan
Ramadhan tersebut sehingga menjadikan daerah mereka menjadi destinasi wisata
religius. Tradisi yang berasal dari kebiasaan warga secara turun temurun dengan
cara memanjatkan doa pada Yang Maha Kuasa terhadap arwah leluhur mereka
tersebut, sekarang bukan hanya menjadi tradisi lokal namun sudah diangkat
pemerintah menjadi salah satu bentuk kearifan lokal yang perlu dilestarikan.
Di
dalam tradisi sadranan, selain adanya bentuk solidaritas sosial yang berkembang
dengan adanya acara kumpul warga (baik di makam maupun di tempat ibadah) juga
mampu membangkitkan tali silaturahim antar warga masyarakat pedesaan yang ada.
Warga masyarakat desa bahkan yang berasal dari luar desa pun datang untuk
sekedar menyambung tali silaturahim. Begitu juga dengan sanak saudara dan
kerabat yang jauh letaknya menyempatkan diri untuk pulang kampung ke asalnya
hanya sekedar untuk dapat berkumpul bersama keluarga dan saudara. Tradisi
sadranan tersebut bahkan mampu mengalahkan ramainya tradisi lebaran yang
biasanya ditandai dengan banyaknya pemudik yang pulang ke kampung halaman.
Selain tradisi sadranan, masih
banyak tradisi – tradisi di daerah lainnya yang kerap kali dijalankan warga
masyarakatpinggiran dan pedesaan, semisal tradisi padusan ( membersihkan diri dengan berendam) di Solo sekitarnya, besik (membersihkan makam secara bersama
– sama), nyekar leluhur (membersihkan
makam para leluhur), Munggahan di
Jawa Barat, Megibug di Bali, Nyorog (memberikan makanan antaran
terhadap saudara atau orang tua) di Jakarta, Malamang (membuat lamang yng merupakan makanan khas) di
Minangkabau, Dugderan di Semarang, Meugang di Aceh, Perlon Unggahan di Banyumasan, Megengan
(membuat kue apam untuk kenduri selamatan) di sebagian Jawa Timur, dan lain
sebagainya tradisi yang ada di Indonesia yang mencirikan keberagaman bangsa.
Bagi masyarakat pedesaan di daerah –
daerah lainnya, masih banyak tradisi lokal dalam menyambut bulan puasa yang
berkembang, dimana semuanya sebagai wujud bentuk kearifan lokal yang perlu di
lestarikan. Selain adanya faktor kebiasaan, bagi warga masyarakat desa faktor geneologis (keturunan) juga membawa
pengaruh yang sangat kuat akan timbulnya tradisi tersebut. Selain itu warga
desa sendiri pada dasarnya terbentuk karena adanya unsusr kekerabatan yang
sangat kuat antara individu satu terhadap individu yang lain. Mereka terbentuk
dalam satu ikatan, satu pemikiran, satu pakem
dalam kebersamaan baik dalam suka maupun duka. Ikatan batin mereka sangat kuat
karena lahir dan besar dalam satu lingkungan dan tradisi. Tidak aneh jika
masyarakat desa merupakan masyarakat yang bersifat homogen dalam arti masih dalam satu kesatuan dalam berbagai hal,
baik dalam hal ekonomi, sosial, pemikiran, budaya maupun perasaan.
Saatnya Hati Bicara
Jatuhnya
bulan puasa di tahun ini mengharuskan kita untuk lebih ekstra dalam mengoreksi
dan mawas diri apalagi setelah diselenggarakannya pesta demokrasi melalui
pemilu yang ada. Tidak ketinggalan pula pemerintah daerah khususnya, moment
datangnya bulan suci ini merupakan
sebuah tantangan tersendiri dalam menjaga persatuan warga ditengah –
tengah terbelahnya suara dan pendirian warga dengan adanya Paslon pilihan di
masing – masing daerah. Biasanya warga
akan tetap egois dan fanatik dalam mempertahankan kandidat yang ada. Mereka
tidak peduli dengan kekurangan yang ada pada Paslon masing – masing, pokoknya
Paslon mereka adalah yang terbaik dan Paslon yang lain penuh dengan cacat.
Namun
bagi para warga masyarakat desa umumnya, tidaklah berlebihan jika moment
ramadhan dijadikan momentum lebih dalam menjaga sikap dan pendirian. Meskipun
pada kenyataanya warga masyarakat desa tidaklah begitu terpengaruh dengan
adanya hiruk pikuk dan segala bentuk kegaduhan politik yang ada. Mereka lebih
mampu berpikir secara rasionalis, dimana hubungan baik secara sosial
kamasyarakatan akan lebih di utamakan dibandingkan hanya mengedepankan ego mereka
demi perbedaan pilihan yang ada. Masyarakat desa akan lebih mengutamakan
kedamaian dalam kehidupannya dibandingkan mempertahankan prinsispnya yang
kadang akan terjadi benturan antar warga.
Untuk
dapat menjadikan bulan puasa sebagai moment dalam menjaga suasana yang kondusif,
salah satu hal yang perlu mendapatkan perhatian kita bersama yakni pentingnya
menjaga dan meluruskan niat dari setiap perbuatan. Hal tersebut dilakukan guna
tetap terjaganya suasana bulan suci yang ada tidak dikotori dengan aksi maupun
kegiatan – kegiatan yang dapat merusak suasana kebatinan yang terbentuk selama
bulan ramadhan tersebut. Begitu pentingnya niat dalam sebuah amal perbuatan
sehingga Nabi Muhammad SAW mewanti – wanti bahwa segala amal perbuatan itu
tergantung dari niatnya (Innama a’malu
binniyat).
Namun
yang menjadi persoalan niat itu adanya di dalam hati masing – masing individu,
dan secara kasat mata tidak akan terlihat oleh individu lainnya. Hal demikian
karena niat memiliki peran penting sebagai pembeda dari setiap aktivitas kita. Baik
dan buruknya serta lurus dan tulusnya niat tergantung dari hati kita masing -
masing. Perbuatan dan lisan kita akan baik jika digerakan oleh hati yang baik,
begitu pula jasad kita akan melakukan perbuatan keji juga digerakkan dari hati
yang sakit. Dengan hati yang bersih dan bening kita dapat membedakan sesuatu antara yang baik
dan buruk, bukan hanya masalah benar dan salah. Karena sesuatu yang benar belum
tentu baik, begitu pula sesuatu yang salah belum tentu buruk.
Memang
tidak mudah dalam menjaga hati, namun karena begitu besar pengaruh hati
terhadap perilaku kita, maka kita haruslah selalu berusaha sekuat tenaga
menjaga hati. Jangan sampai tujuan yang begitu baik dan mulia dalam menjalankan
proses demokrasi di Indonesia ternoda karena adanya hati yang selalu dipenuhi
rasa ambisius yang akan menghalalkan segala cara guna mencapai tujuan. Sudah
banyak sekali referensi yang ada bagaimana kiat kita untuk selalu menjaga hati
kita agar tetap bersih dan tulus, tinggal sekarang semua tergantung kemauan
kita untuk mulai program merawat hati. Lebih – lebih moment bulan puasa
merupakan saat terbaik untuk mulai program tersebut.
Sudah
saatnya kita banyak melakukan instropeksi terhadap niat di dalam hati kita
masing – masing. Bulan puasa merupakan moment terbaik guna memulai sesuatu program
yang baru. Dan dengan terjaga dan terawatnya hati kita maka kwalitas keimanan
kita akan meningkat sehingga moral dan etika kita dalam kehidupan berbangsa,
bernegara dan bermasyarakat juga akan selalu terjaga. Dengan adanya moral dan
etika dalam kehidupan maka keharmonisan dalam masyarakat akan terwujud,
sehingga gesekan dan konflik horisontal dalam rangka pesta demokrasi nantinya
akan dapat di hindari.
Selain
itu kehadiran para pengawa desa di tengah – tengah masyarakat desa sangatlah di
tunggu ke datangannya. Hal ini mengingat biasanya para abdi masyarakat tersebut
merupakan tokoh kunci sebagai pemecah persoalan di pedesaan yang juga sebagai
tokoh masyarakat, ulama, maupun sesepuh setempat yang di akui keberadaannya.
Dengan adanya sentuhan tangan dingin penggwa desa di tambah lagi nuansa
religius di bulan puasa, maka ketegangan politik yang ada selama masa coblosan
pilpres sedikit akan memudar dan cair. Warga masyarakat akan lebih terfokus
dalam menjalankan ibadah puasa, guna untuk meningkatkan kedekatan terhadap Sang
Khalik untuk meraih derajat takwa di sisiNya.
Komentar
Posting Komentar